Seiring berjalannya waktu, mulai dari zaman es, batu, kelapa muda, hingga saat ini. Mengakibatkan beberapa orang berubah dalam tata bahasa, ya sesuailah dengan perkembangan zaman ini. Okeh, sekarang gue akan membahas kata “Iya” yang dirubah menjadi “Ea”, yap bahasa “Ea” ini sering kali terdapat di beberapa sosial media maupun pesan singkat (yang mungkin “dikirim” oleh temen-temen lo).
Sebenarnya, bahasa “Ea” tersebut memang udah lama banget sih, tapi gue mulai resah karena gue sendiri juga mulai terkena “virus Ea”. Bagaimana tidak, temen-temen gue hampir semuanya memakai bahasa “Ea” ini udah kayak bahasa wajib lho! (oh tidak).
Coba kalau bahasa “Iya” diubah jadi “Ea” di kehidupan nyata (gak kebayang deh), contohnya kayak gini nih. Misalnya gue lagi beli endomi di HapSaepoolMart.
Gw: bang!
Pelayan/kasir: ea
Gw: Harga endomi rasa krim keju, 1 bungkus berapa ea?
Pelayan/kasir: ehm, harganya Rp.3.000 ea…
Gw: wah kok lebih mahal ea, di warung kang subur harganya Cuma Rp.2.999 …
Pelayan/Kasir: (dalem hati: sama aja pe’a), udah kamu gak sanggup beli ikut abang ke belakang ea…
Gw: (dalem hati: mending kabur aja deh, daripada gue jadi korban hombreng) *dan kabur*
Pelayan/Kasir: makasi ea udah dateng ea…
^ Kan gak enak gitu? (‘_’)
Dan ada hal yang gue paling curigai dari orang-orang pemakai kata “Ea” adalah………..
^mungkin saja sih ^_^”
Anyway, bahasa apapun itu perlu kita kuasai walaupun hanya mengerti saja itu sudah cukup, dan yang paling penting dalam menjalani hari kita semua harus Cemungud Ea, Cemungud Ea (walaupun tiap waktu ada tikungan, baper,dan terlalu berharap *hiks).
Bonusnya Sob:
.
.
.
.
.
.
^ masih ingat dengan acara ini sob? 😀